Thursday, June 13, 2013 0 comments
Kwan Im pertama diperkenalkan ke
Cina pada abad pertama SM, bersamaan dengan masuknya agama Buddha. Pada abad
ke-7, Kwan Im mulai dikenal di Korea dan Jepang karena pengaruh Dinasti Tang.
Pada masa yang sama, Tibet juga mulai mengenal Kwan Im dan menyebutnya dengan
nama Chenrezig. Dalai Lama sering dianggap sebagai reinkarnasi dari Kwan Im di
dunia.
Jauh sebelum masuknya agama Buddha,
menjelang akhir Dinasti Han, Kwan Im Pho Sat telah dikenal di Tiongkok purba
dengan sebutan Pek Ie Tai Su yaitu Dewi Welas Asih Berbaju Putih. Kwan Im
(Hanzi:::;Pinyin: Guan Yin) sendiri adalah dialek Hokkian yang dipergunakan
mayoritas komunitas Cina di Indonesia. Nama lengkap dari Kwan Im adalahKwan She
Im Phosat (Hanzi::::, pinyin: Guan Shi Yin Pu Sa) yang merupakan terjemahan dari
nama aslinya dalam bahasa Sanskrit,Avalokitesvara.
Nama Lain
Kwan Im di Asia Timur, dikenal
dengan berbagai nama. Akan tetapi “Kwan Im” atau “Kwan Tse Im” masih merupakan
panggilan sederhana yang diberikan untuknya. Berikut adalah beberapa panggilan
atau sebutan yang diberikan berdasarkan negara tertentu:
Di negara Jepang, Kwan Im Pho
Satlebih dikenal dengan nama Dewi Kannon (::) atau secara resmiKanzeon (:::).
Dalam bahasaKorea disebut Gwan-eum atauGwanse-eum, dalam bahasaThailand dikenal
sebagai Kuan Eim(::::::) atau Prah Mae Kuan Eim(:::::::::), di Hongkong
(propinsi Guang Dong); Kwun Yum atau Kun Yum, pelafalan ini berdasarkan bahasa
Kanton, dan dalam bahasaVietnam, Quán Âm atau Quan Th: Âm B: Tát.
Arti Nama
Dikemudian hari, Dewi Kwan Im, identik
dengan perwujudan dari Buddha Avalokitesvara. Secara absolut, pengertian
Avalokitesvara Boddhisatvadalam bahasa Sansekerta adalah :
· Valokita (Kwan / Guan / Kwan Si /
Guan Shi) yang bermakna “Melihat ke bawah atau Mendengarkan ke bawah”. Bawah di
sini bermakna ke dunia, yang merupakan suatu alam (lokita).
· Svara (Im / Yin) berarti suara. Yang dimaksud adalah suara dari makhluk-makhluk yang menjerit atas penderitaan yang dialaminya. Oleh sebab itu Kwan Im adalah Bodhisatva yang melambangkan kewelas-asihan dan penyayang.
· Svara (Im / Yin) berarti suara. Yang dimaksud adalah suara dari makhluk-makhluk yang menjerit atas penderitaan yang dialaminya. Oleh sebab itu Kwan Im adalah Bodhisatva yang melambangkan kewelas-asihan dan penyayang.
Masa Kecil Kwan Im
Dewi Kwan Im (Miao San ) lahir pada
tanggal 19 bulan 2 tahun Kongcu – lik, pada jaman Kerajaan Ciu / Cian Kok pada
tahun 403-221 Sebelum Masehi.Pada tanggal 19 bulan 6 yaitu pada usia 17 tahun
memperoleh Penerangan dan mencapai tingkatan Boddisattva / Hud / Fo. Pada
tanggal 19 bulan 9 di tahun yang sama, mencapai kesempurnaan dan berhasil
Mokswa, naik ke langit bersama badan kasarnya menjadi Kwan Se Yin Pao Sat Jien
So Jien Yen atau Dewi Kwan Im Tangan Seribu – Mata Seribu – Kepala Seribu. Dewi
Kwan Im selalu membawa botol Amertha atau wadah suci berisi Embun Welas Asih
yang berkhasiat mensucikan segala kotoran ( dosa ) serta menyembuhkan.
Kendaraan Dewi Kwan Im
Dewi Kwan Im Miao San mengendarai
Ikan Tombro yaitu lambang keteguhan menghadapi tantangan (seperti Ikan Tombro
berenang melawan arus meloncati jeram) jadi seruan agar umat teguh tekadnya dan
kuat menghadapi tantangan di dunia dengan jalan yang benar. Bertangan Seribu,
Bermata Seribu bahkan Berkepala Seribu lambang bisa mampu menjangkau berbagai
hal, Penyayang dan penuh Welas Asih.
Kadang naik Bunga Teratai lambang
Kesucian yang selalu bersih, biarpun tumbuh di atas Lumpur, agar umat
meneladani makna yang tersirat dalam kehidupannya.
Perwujudan Kwan Im
Kwan Im (Avalokitesvara) sendiri
asalnya digambarkan berwujud laki-laki diIndia, begitu pula pada masa menjelang
dan selama Dinasti Tang (tahun618-907). Namun pada awal Dinasti Sung (960-1279),
berkisar pada abad ke 11, beberapa dari pengikut melihatnya sebagai sosok
wanita yang kemudian digambarkan dalam para seniman.Perwujudan Kwan Im sebagai
sosok wanita lebih jelas pada masa Dinasti Yuan (1206-1368). Sejak masa Dinasti
Ming, atau berkisar pada abad ke 15, Kwan Im secara menyeluruh dikenal sebagai
wanita.
Bila sudah mencapai taraf Buddha
sudah tidak lagi terikat dengan bentuk apalagi gender, karena pada dasarnya roh
itu tidak mempunyai bentuk fisik dan gender. Menurut cerita, Dewi Kwan Im
adalah titisan Dewa Che Hangyang ber-reinkarnasi ke bumi untuk menolong manusia
keluar dari penderitaan, karena beliau melihat begitu kacaunya keadaan manusia
saat itu dan sebagai akibatnya terjadi penderitaan di mana-mana.
Dewa Che Hang memilih wujud sebagai
wanita, agar lebih leluasa untuk menolong kaum wanita yang membutuhkan
pertolonganNya. Disamping itu agar lebih bisa meresapi penderitaan manusia,
bila dalam bentuk wanita, karena di jaman itu, wanita lebih banyak menderita
dan kurang leluasa dalam membuat keputusan.
Dalam sejumlah kitab Budhisme
Tiongkok klasik, seperti Sutra Suddharma Pundarika Sutra (Biau Hoat Lien Hoa
Keng) disebutkan ada 33 penjelmaan Kwan Im Pho Sat, antara lain :
1.Kwan Im Berdiri Menyeberangi
Samudera;
2.Kwan Im Menyebrangi Samudera sambil Berdiri diatas Naga;
3.Kwan Im Duduk Bersila Bertangan Seribu;
4.Kwan Im Berbaju dan Berjubah Putih Bersih sambil Berdiri;
5.Kwan Im Berdiri Membawa Anak;
6.Kwan Im Berdiri diatas Batu Karang/Gelombang Samudera;
7.Kwan Im Duduk Bersila Membawa Botol Suci & Dahan Yang Liu;
8.Kwan Im Duduk Bersila dengan Seekor Burung Kakak Tua.
2.Kwan Im Menyebrangi Samudera sambil Berdiri diatas Naga;
3.Kwan Im Duduk Bersila Bertangan Seribu;
4.Kwan Im Berbaju dan Berjubah Putih Bersih sambil Berdiri;
5.Kwan Im Berdiri Membawa Anak;
6.Kwan Im Berdiri diatas Batu Karang/Gelombang Samudera;
7.Kwan Im Duduk Bersila Membawa Botol Suci & Dahan Yang Liu;
8.Kwan Im Duduk Bersila dengan Seekor Burung Kakak Tua.
Selain perwujudan yang beraneka
bentuk dan posisi, nama atau julukan Kwan Im (Avalokitesvara) juga
bermacam-macam, ada Sahasrabhuja Avalokitesvara (Qian Shou Guan Yin), Cundi
Avalokitesvara, dan lain-lain. Walaupun memiliki berbagai macam rupa, pada
umumnya Kwan Im ditampilkan sebagai sosok seorang wanita cantik yang keibuan,
dengan wajah penuh keanggunan.
Selain itu, Kwan Im Pho Sat sering
juga ditampilkan berdampingan denganBun Cu Pho Sat dan Po Hian Pho Sat, atau
ditampilkan bertiga dengan :Tay Su Ci Pho Sat (Da Shi Zhi Phu Sa) – O Mi To Hud
– Kwan Im Pho Sat.
Sedangkan dalam Maha Karuna Dharani
(Ta Pei Cou / Ta Pei Shen Cou)ada 84 perwujudan Dewi Kwan Im sebagai simbol
dari Bodhisatva yang mempunyai kekuasaan besar.
Altar utama di Kuil Pho To
Sandipersembahkan kepada Kwan Im Pho Sat dengan perwujudan sebagaiBudha
Vairocana, dan di sisi kiri atau kanan berjajar 16 perwujudan lainnya.
Perwujudan Beliau di altar utama Kim Tek Ie (salah satuKelenteng tertua di
Indonesia adalahKing Cee Kwan Im (Kwan Im Membawa Sutra Memberi Pelajaran
Buddha Dharma kepada umat manusia).
Disamping itu terdapat pula wujud
Kwan Im Pho Sat dalam Qian Shou Guan Yin (Kwan Im Seribu Tangan) sebagai
perwujudan Beliau yang selalu bersedia mengabulkan permohonan perlindungan yang
tulus dari umatNya. Julukan Beliau secara lengkap adalah Tay Cu Tay Pi – Kiu
Kho Kiu Lan – Kong Tay Ling Kam – Kwan Im Sie Im Pho Sat.
Ketika agama Buddha memasuki Tiongkok
(Masa Dinasti Han), pada mulanya Avalokitesvara Bodhisattva bersosok pria.
Seiring dengan berjalannya waktu, dan pengaruh ajaran Taoisme serta Kong Hu Cu,
menjelang era Dinasti Tang, profil Avalokitesvara Bodhisattva berubah dan
ditampilkan dalam sosok wanita.
Dari pengaruh ajaran Tao,
probabilita perubahan ini terjadi karena jauh sebelum mereka mengenal
Avalokitesvara Bodhisattva, kaum Taois telah memuja Dewi Tao yang disebut
“Niang-Niang” (Probabilitas adalah Dewi Wang Mu Niang-Niang). Sehubungan dengan
adanya legenda Puteri Miao Shan yang sangat terkenal, mereka memunculkan tokoh
wanita yang disebut“Guan Yin Niang Niang”, sebagai pendamping Avalokitesvara
Bodhisattva pria.
Lambat laun tokoh Avalokitesvara
Bodhisattva pria dilupakan orang dan tokoh Guan Yin Niang-Niang menggantikan
posisinya dengan sebutan Guan Yin Phu Sa. Dari pengaruh ajaran Kong Hu Cu,
mereka menilai kurang layak apabila kaum wanita memohon anak pada seorang Dewa.
Bagi para penganutnya, hal itu dianggap sesuai dengan keinginan Kwan Im sendiri
untuk mewujudkan dirinya sebagai seorang wanita, agar lebih leluasa untuk
menolong kaum wanita yang membutuhkan pertolongan.
Dari sini jelas bahwa tokoh
Avalokitesvara Bodhisattva berasal dari India dan tokoh Guan Yin Phu Sa berasal
dari Tiongkok. Avalokitesvara Bodhisattva memiliki tempat suci di gunung
Potalaka, Tibet,Pu Tao Shan sedangkan Kwan Im Pho Sat memiliki tempat suci di
gunung di kepulauan Zhou Shan,Cina. Kesimpulan atas hal ini adalah tokoh
Avalokitesvara Bodhisatva merupakan stimulus awal munculnya Kwan Im Pho Sat.
Dalam kepercayaan Buddhisme yang
berkembang pesat di China, diyakini bahwa segala permohonan yang berangkat dari
ketulusan dan niat suci, maka biasanya Dewi Kwan Im akan mengabulkan permintaan
tersebut.Terutama pada saat-saat genting dimana seseorang tengah berhadapan
dengan bahaya. Sehingga dalam kurun ribuan tahun, pengabdian moral dari Dewi
Kwan Im dikenal galib berporos empat jalan kebenaran. Yakni, pengembangan
kebajikan, pengembangan toleransi dan saling hormat menghormati, pengendalian
batin dan mawas diri, serta menghindarkan dari marabahaya.
Menurut Kitab Suci Kwan Im Tek
Tooyang disusun oleh Chiang Cuen, Dewi Kwan Im (Miao San ) lahir pada tanggal
19 bulan 2 tahun Kongcu – lik, pada jaman Kerajaan Ciu / Cian Kok pada tahun
403-221 Sebelum Masehi. Terkait dengan legenda puteri Miao Shan, anak dari Raja
Miao Zhuang / Biao Cong / Biao Cuang / Miao Chiang / Miao Tu Huang, penguasa
negeri Xing Lin (Hin Lim), kira-kira pada akhir Dinasti Zhou di abad ke-3 SM.
Dinasti Zhou sendiri berkuasa dari tahun 1122 – 255 SM.
Raja Miao Zhuang sangat mendambakan
seorang anak lelaki, tetapi yang dimilikinya hanyalah 3 orang puteri. Puteri
tertua bernama Miao Shu, yang kedua bernama Miao Yin El, dan yang bungsu
bernama Miao Shan.
Setelah ketiga puteri tersebut
menginjak dewasa, Raja mencarikan jodoh bagi mereka. Puteri pertama memilih
jodoh seorang pejabat sipil, yang kedua memilih seorang jendral perang
sedangkan Puteri Miao Shan tidak berniat untuk menikah. Ia malah meninggalkan
istana dan memilih menjadi Bhikunidi Klenteng Bai Que Shi (Tay Hiang Shan).
Miao Yin El menikah serta di
kemudian hari menurunkan Raja Miao Li yang mempunyai putri bernama Yu Lan. Miao
Shu dan Miao Yin lebih cenderung dimanja oleh fasilitas istana dan berfoya-foya.
Sementara Miao Shan dengan rajin menjaga dan merawat kedua orang tua mereka.
Dari ketiga putri sang Raja, putri ketiga lah yang sangat berbakti kepada kedua
orangtua serta leluhurnya. Ia juga memperlihatkan sifat welas asih kepada semua
makhluk. Itu sebabnya ia sudah vegetarian sejak balita.
Dikisahkah, saat masih bayi, bila
Miao Shan mendengar kata “bunuh”, ia akan menangis sekeras-kerasnya dan tidak
mau bila diberi makan daging saat balita. Toleransinya kepada dayang-dayang
istana sangat besar sehingga ia disayangi oleh semua pihak. Ia selalu
mengaplikasikan bentuk-bentuk kebajikan Buddhisme yang ia pelajari dan dalami
ke dalam hidup sehari-harinya.
Hal tersebut menimbulkan iri hati
dan benci dari kedua kakak perempuannya, sehingga dengan intrik dan hasutan
jahat bekerja sama dengan seorang peramal tua yang jahat akhirnya Miao Shan
diusir dari istana. Miao Shan dituduh titisan dari iblis jahat, sehingga negeri
mereka yang dulunya makmur, sekarang selalu dirundung bencana. Padahal bencana
dan masalah datang, karena banyak pejabat istana termasuk si peramal tua jahat
itu terlibat korupsi besar-besaran, bahkan si peramal tua berambisi mengambil
tahta Sang Raja.
Kelompok jahat itu mengklaim sejak
Miao Shan lahir bencana susul menyusul tiada henti. Kalau bukan kekeringan,
pasti kebanjiran. Kalau bukan kelaparan pasti wabah penyakit. Sehingga Miao
Shan dianggap jelmaan iblis yang dikutuk oleh langit.
Dalam pengembaraannya Miao Shan
mengabdikan diri sebagai samaneri(calon biksu perempuan). Tahun berganti tahun,
akhirnya Sang Raja, ayahanda Miao Shan menjadi sakit-sakitan karena merasa
rindu pada putri bungsunya tersebut. Sampai akhirnya sang Raja menderita
penyakit aneh yang sekujur tubuhnya ditumbuhi bisul dan borok tak tersembuhkan.
Disinyalir ada hubungannya dengan ilmu iblis yang dipelajari oleh peramal tua
yang mengincar tahtanya. Bahkan Raja menjadi buta dan permaisuri menjadi
kelainan jiwa akibat merindukan putri bungsu mereka.
Miao Shan yang merasa iba, berkat
kesaktiannya, mengubah dirinya menjadi seorang bikkhuni. Ia mendatangi istana,
dan menjenguk ayahandanya yang terkapar sakit, dengan dalih sebagai tabib.
Setelah Miao Shan membacakanparita, ayah ibunya itu merasakan damai yang tiada
tara, sehingga mereka tertidur dengan damai. Namun dalam penyamarannya itu, Ia
bukannya hanya mengobati, tetapi juga memberi petunjuk bahwa Sang Raja
menderita penyakit aneh, dan hanya dapat sembuh jika mengkonsumsi sekerat
daging manusia dan sebiji bola mata yang berasal dari tubuh putri kandungnya.
Tentu saja ayah ibunya tidak mendengar hal ini karena sudah tertidur, kalau
mendengar mungkin mereka tidak berkenan menjalankan pengobatan.
Dihadapan ibu suri dan kedua
kakaknya, Miao Shan membeberkan cara pengobatan aneh itu. Di saat meminta kedua
kakak perempuannya untuk berkorban diiris otot lengan dan dicungkil sebelah
bola matanya untuk dicampur pada obat bagi ayah mereka, saat itu juga keduanya
berlutut di samping ranjang ayahanda mereka, menangis tersedu-sedu.
“Oh, Ayahanda, kasihanilah saya Miao
Shu. Saya masih memiliki anak yang masih kecil-kecil dan mereka masih
membutuhkan saya untuk membesarkan mereka.”
Tak lama berselang, Miao Yin
menyusul dengan kalimat bernada serupa. Kali ini tangisnya lebih deras.
tiba-tiba Miao Shan menengahi, dengan bijak ia berkata.”Kalau begitu biarkan
daging dan bola mata saya saja yang dikorbankan untuk kesembuhan Baginda.” Saat
itu kedua kakaknya belum menyadari yang dihadapan mereka adalah adik bungsunya
Miao Shan, oleh karena dandanannya yang sederhana sebagai biksuni dan juga
karena sekian tahun lamanya mengembara di luar.
Setelah mengiris sekerat otot lengan
dan mencongkel bola matanya sendiri dengan belati tanpa rasa takut, dengan
tenang serta penuh keikhlasan, ia memberikan bagian-bagian tubuhnya itu untuk
campuran ramuan obat untuk ayah ibunya. Saat mengaduk-aduk ramuan obat itu,
terjadi keajaiban. Ramuan obat itu memancarkan harum wangi dupa dan memenuhi
seluruh penjuru istana.
Raja Miao Zhuang setelah meminum
“obat mujarab” tersebut sembuh seketika dan matanya dapat melihat kembali. Atas
jasanya, Raja menanyakan apa yang diinginkan oleh Miao Shan yang masih belum
dikenali oleh mereka. “Hamba tidak menginginkan bayaran apapun, hamba hanya
berbuat baik untuk menyebarkan dharma dan ajaran sang Buddha.” Demikian kata
Miao Shan.
“Minimal apa ada permintaan biksuni
agar kami tidak merasa terlalu sungkan karena tidak memberikan apa-apa.” Kata
Sang Raja.
Terdiam sejenak, kemudian Miao Shan
melanjutkan. “Hamba sudah lama kehilangan ayah dan ibu, bolehkan hamba memeluk
Baginda dan Permaisuri sehingga kerinduan akan ayah-ibu bisa terobati?”
“Ha? Sesederhana itu? Kenapa tidak
boleh… silahkan.” Sahut sang Raja.
Miao Shan menunduk dan menghampiri
ayah bundanya itu, setelah bersujud di pelukan Raja ia kemudian berpindah ke
pelukan permaisuri dengan airmata berlinang dan suara isak tangis. “Ibu,
maafkan anak yang tidak berbakti” demikian Miao Shan berbisik. Karena jarak
dekat, permaisuri baru menyadari kalau itu adalah putri bungsunya yang telah
diusir dari istana akibat konspirasi pejabat yang tidak setia. Raja yang kaget
dan senang bukan kepalang memeluk tubuh putri bungsunya itu dengan airmata
berlinang.
Sejak itulah kebajikan dan keluhuran
budi Miao Shan menjadi legenda di tanah Tiongkok. Ia menggugah ketulusan tanpa
pamrih, pengorbanan tanpa batas, sifat welas asih yang tiada tara, dan masih
banyak lagi kemuliaan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Setelah peristiwa fenomenal
tersebut, Miao Shan tetap bertekad melanjutkan pertapaannya dengan menjadi
biksuni sepanjang hidup dan pengabdiannya. Meski berat hati, tapi Raja Miao
Zhung dan permaisurinya merelakan putri bungsunya tersebut, memaklumi niatnya
untuk mengabdi bagi kemanusiaan.
Untuk mengenang putri bungsunya
tersebut, Raja Miao Zhung memerintahkan pekerja seni rupa terbaik di negerinya
membuat patung berwujud putri Miao Shan dan mendirikan vihara Dewi Kwan Im
pertama diPho To San
“Putri saya, Miao Shan, ibarat
memiliki seribu tangan untuk membantu sesama dengan tulus serta ikhlas, dan
seribu mata yang peka melihat penderitaan rakyat jelata!” demikian kata Raja
Miao Zhuang dalam nada bangga, yang ternyata salah ditanggapi oleh para pemahat
arca istana. Arca rampung dengan memiliki simbolisasi seribu tangan dan seribu
mata. Itulah awal ihwal Miao Shan yang melegenda menjadi Qian Shou Guan Yin
(Dewi Kwan Im Seribu Tangan).
Dikisahkan ketika Miao Shan berhasil
mencapai pencerahan menjadi Buddha, saat hendak memasuki gerbang Nirwana, ia
mendengar banyak tangisan penderitaan dari alam manusia di bawah. Ia kemudian
membatalkan memasuki Nirwana dan memilih berada di alam manusia untuk membantu
setiap makhluk hidup, karena masih mendengar tangisan penderitaan manusia. Ia
senantiasa menyingkirkan segala macam penderitaan dan menumbuhkan kebahagiaan
dengan mewujudkan permintaan kesejahteraan kaum papa.
Turun temurun masyarakat Tionghoa
sangat menghormati Dewi Kwan Im. Hampir di setiap rumah penganut Konfusiunisme
dan klenteng-klentengpasti memiliki rupam atau diorama puja untuk mengenang
jasa dan kebaikanNya.
Legenda Miao Shan
Selain itu, menurut Kitab Suci Kwan
Im Tek Too yang disusun oleh Chiang Cuen, Dewi Kwan Im dilahirkan pada zaman
Kerajaan Ciu / Cian Kok pada tahun 403-221 SM terkait dengan legenda Puteri
Miao Shan, anak dari Raja Miao Zhuang / Biao Cong / Biao Cuang Penguasa Negeri
Xing Lin (Hin Lim), kira-kira pada akhir Dinasti Zhou di abad III SM.
Disebutkan bahwa Raja Miao Zhuang
sangat mendambakan seorang anak lelaki, tapi yang dimilikinya hanyalah 3 (tiga)
orang puteri. Puteri tertua bernama Miao Shu (Biao Yuan), yang kedua bernama
Miao Yin (Biao In) dan yang bungsu bernama Miao Shan (Biao Shan).
Setelah ketiga puteri tersebut
menginjak dewasa, Raja mencarikan jodoh bagi mereka. Puteri pertama memilih
jodoh seorang pejabat sipil, yang kedua memilih seorang jendral perang
sedangkan Puteri Miao Shan tidak berniat untuk menikah. Ia malah meninggalkan
istana dan memilih menjadi Bhikuni diKlenteng Bai Que Shi (Tay Hiang Shan).
Setelah ketiga puteri tersebut
menginjak dewasa, Raja mencarikan jodoh bagi mereka. Puteri pertama memilih
jodoh seorang pejabat sipil, yang kedua memilih seorang jendral perang
sedangkan Puteri Miao Shan tidak berniat untuk menikah. Ia malah meninggalkan
istana dan memilih menjadi Bhikuni diKlenteng Bai Que Shi (Tay Hiang Shan).
Kematian dan di alam baka
Berbagai cara diusahakan oleh Raja
Miao Zhuang agar puterinya mau kembali dan menikah, namun Puteri Miao Shan
tetap bersiteguh dalam pendirianNya. Pada suatu ketika, Raja Miao Zhuang habis
kesabarannya dan memerintahkan para prajurit untuk menangkap dan menghukum mati
sang puteri.
Setelah kematianNya, arwah Puteri
Miao Shan mengelilingi neraka. Karena melihat penderitaan makhluk-makhluk yang
ada di neraka, Puteri Miao Shan berdoa dengan tulus agar mereka berbahagia.
Secara ajaib, doa yang diucapkan dengan penuh welas asih, tulus dan suci
mengubah suasana neraka menjadi seperti surga.
Penguasa Akherat, Yan Luo Wang,
menjadi bingung sekali. Akhirnya arwah Puteri Miao Shan diperintahkan untuk
kembali ke badan kasarNya. Begitu bangkit dari kematianNya, Buddha Amitabha
muncul di hadapan Puteri Miao Shan dan memberikan Buah Persik Dewa. Akibat
makan buah tersebut, sang Puteri tidak lagi mengalami rasa lapar, ke-tuaan dan
kematian. Buddha Amitabha lalu menganjurkan Puteri Miao Shan agar berlatih
kesempurnaan di gunung Pu Tuo, dan Puteri Miao Shan-pun pergi ke gunung Pu Tuo
dengan diantar seekor harimau jelmaan dari Dewa Bumi.
Menyelamatkan raja
Sembilan tahun berlalu, suatu ketika
Raja Miao Zhuang menderita sakit parah. Berbagai tabib termasyur dan obat telah
dicoba, namun semuanya gagal. Puteri Miao Shan yang mendengar kabar tersebut,
lalu menyamar menjadi seorang Pendeta tua dan datang menjenguk. Namun
terlambat, sang Raja telah wafat.
Dengan kesaktianNya, Puteri Miao
Shan melihat bahwa arwah ayahNya dibawa ke neraka, dan mengalami siksaan yang
hebat. Karena rasa bhaktiNya yang tinggi, Puteri Miao Shan pergi ke neraka
untuk menolong. Pada saat akan menolong ayahNya untuk melewati gerbang dunia
akherat, Puteri Miao Shan dan ayahNya diserbu setan-setan kelaparan. Agar
mereka dapat melewati setan-setan kelaparan itu, Puteri Miao Shan memotong
tangan untuk dijadikan santapan setan-setan kelaparan.
Setelah hidup kembali, Raja Miao
Zhuang menyadari bahwa bhakti ketiga putrinya sangat luar biasa. Akhirnya sang
Raja menjadi sadar dan mengundurkan diri dari pemerintahan serta bersama-sama
dengan keluarganya pergi ke gunung Xiang Shan untuk bertobat dan mengikuti
jalan Buddha. Rakyat yang mendengar bhakti Puteri Miao Shan hingga rela mengorbankan
tanganNya menjadi sangat terharu. Berbondong-bondong mereka membuat tangan
palsu untuk Puteri Miao Shan.
Buddha O Mi To Hud (amitabha) yang
mengetahui hal itu segera menolong dan memberikan “Seribu Tangan dan Seribu
Mata, sehingga Beliau dapat mengawasi dan memberikan pertolongan lebih banyak
kepada manusia. Buddha O Mi To Hud yang melihat ketulusan rakyat, juga
merangkum semua tangan palsu tersebut dan mengubahNya menjadi suatu bentuk
kesaktian serta memberikannya kepada Puteri Miao Shan. Lalu Ji Lay Hud
memberiNya gelar Qian Shou Qian Yan Jiu Ku Jiu Nan Wu Shang Shi Guan Shi Yin
Phu Sa, yang artinya Bodhisatva Kwan Im Penolong Kesukaran Yang Bertangan Dan
Bermata Seribu Yang Tiada Bandingnya, Buddha O Mi To Hud (Amitabha)
Kwan Im, Dewi Tangan seribu
Dalam kisah lain disebutkan bahwa
pada saat Kwan Im Phu Sa diganggu oleh ribuan setan, iblis dan siluman, Beliau
menggunakan kesaktianNya untuk melawan mereka. Ia berubah wujud menjadi Kwan Im
Bertangan dan Bermata Seribu, dimana masing-masing tangan memegang senjata Dewa
yang berbeda jenis.
Kisah Kwan Im Lengan Seribu ini juga
memiliki versi yang berbeda, diantaranya adalah pada saat Puteri Miao Shan
sedang bermeditasi dan merenungkan penderitaan umat manusia, tiba-tiba
kepalanya pecah berkeping-keping.
Pelantikan
Disebutkan juga bahwa pada saat
pelantikan Puteri Miao Shan menjadi Pho Sat, Puteri Miao Shan diberi 2 (dua)
orang pembantu, yakni Long Ni dan Shan Cai. Konon, Long Ni diberi gelar Giok Li
(Yu Ni) atau “Gadis Kumala” dan Shan Cai bergelar Kim Tong (Jin Tong) atau
“Jejaka Emas”. Pada mulanya, Long Ni adalah cucu dari Raja Naga (Liong Ong),
yang diberi tugas untuk menyerahkan mutiara ajaib kepada Kwan Im, sebagai rasa
terima kasih dari Liong Ong karena telah menolong puterinya. Namun ternyata
Long Ni justru ingin menjadi murid Kwan Im dan mengabdi kepadaNya.
Khusus untuk Shan Cai ada 2 (dua)
versi legenda. Versi pertama berdasarkan legenda Puteri Miao Shan yang
menceritakan bahwa Shan Cai adalah pemuda yatim piatu yang ingin belajar ajaran
Buddha. Ia ditemukan oleh To Te Kong dan diserahkan kepada Kwan Im untuk
dididik. Versi lain dalam cerita Se Yu Ki (Xi You Ji) menyebutkan bahwa Shan
Cai adalah putera siluman kerbau Gu Mo Ong (Niu Mo Wang) dengan Lo Sat Li (Luo
Sa Ni). Nama asliNya adalah Ang Hay Jie (Hong Hai Erl) atau si Anak Merah.
Karena kenakalan dan kesaktian Ang Hay Jie, Sang Kera Sakti Sun Go Kong / Sun Wu Kong meminta bantuan kepada Kwan Im Pho Sat untuk mengatasiNya.
Karena kenakalan dan kesaktian Ang Hay Jie, Sang Kera Sakti Sun Go Kong / Sun Wu Kong meminta bantuan kepada Kwan Im Pho Sat untuk mengatasiNya.
Akhirnya Ang Hay Jie berhasil
ditaklukkan oleh Kwan Im Pho sat dan diangkat menjadi muridNya dengan panggilan
Shan Cai. Dalam hal ini, banyak orang yang salah mengerti dan menganggap bahwa
salah 1 (satu) pengawal Kwan Im Po Sat adalah Lie Lo Cia (Li Ne Zha), yang
penampilanNya memang mirip dengan Ang Hay Jie. Secara khusus terdapat perbedaan
diantara keduaNya, Lie Lo Cia menggunakan senjata roda api di kakiNya,
sedangkan Ang Hay Jie menggunakan semburan api dari mulutnya. Lie Lo Cia adalah
anak dari Lie King dan Ang Hay Jie adalah anak dari Gu Mo Ong.
Legenda Puteri Miao Shan
Dalam legenda Puteri Miao Shan,
disebutkan bahwa kakak-kakak Miao Shan bertobat dan mencapai kesempurnaan, lalu
mereka diangkat sebagai Pho Sat oleh Giok Hong Siang Te. Puteri Miao Shu
diangkat sebagai Bun Cu Pho Sat (Wen Shu Phu Sa) dan Puteri Miao Yin sebagai Po
Hian Pho Sat (Pu Xian Phu Sa). Disebutkan juga bahwa pada saat pelantikan
Puteri Miao Shan menjadi Pho Sat, Puteri Miao Shan diberi 2 (dua) orang
pembantu, yakni Long Ni dan Shan Cai. Konon, Long Ni diberi gelar Giok Li (Yu
Ni) atau “Gadis Kumala” dan Shan Cai bergelar Kim Tong (Jin Tong)atau “Jejaka
Emas”.
Pada mulanya, Long Ni adalah cucu
dari Raja Naga (Liong Ong), yang diberi tugas untuk menyerahkan mutiara ajaib
kepada Kwan Im, sebagai rasa terima kasih dari Liong Ong karena telah menolong
puterinya. Namun ternyata Long Ni justru ingin menjadi murid Kwan Im dan
mengabdi kepadaNya. Khusus untuk Shan Cai ada 2 (dua) versi legenda. Versi
pertama berdasarkan legenda Puteri Miao Shan yang menceritakan bahwa Shan Cai
adalah pemuda yatim piatu yang ingin belajar ajaran Buddha. Ia ditemukan oleh
To Te Kong dan diserahkan kepada Kwan Im untuk dididik.
Versi lain dalam cerita Se Yu Ki (Xi
You Ji) menyebutkan bahwa Shan Cai adalah putera siluman kerbau Gu Mo Ong (Niu
Mo Wang) dengan Lo Sat Li (Luo Sa Ni). Nama asliNya adalah Ang Hay Jie (Hong
Hai Erl) atau si Anak Merah. Karena kenakalan dan kesaktian Ang Hay Jie, Sang
Kera Sakti Sun Go Kong / Sun Wu Kong meminta bantuan kepada Kwan Im Pho Sat
untuk mengatasiNya.
Akhirnya Ang Hay Jie berhasil ditaklukkan oleh Kwan Im Pho
sat dan diangkat menjadi muridNya dengan panggilan Shan Cai. Dalam hal ini,
banyak orang yang salah mengerti dan menganggap bahwa salah 1 (satu) pengawal
Kwan Im Po Sat adalah Lie Lo Cia (Li Ne Zha), yang penampilanNya memang mirip
dengan Ang Hay Jie. Secara khusus terdapat perbedaan diantara keduaNya, Lie Lo
Cia menggunakan senjata roda api di kakiNya, sedangkan Ang Hay Jie menggunakan
semburan api dari mulutnya. Lie Lo Cia adalah anak dari Lie King dan Ang Hay
Jie adalah anak dari Gu Mo Ong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar